Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sabtu, 25 Juli 2009

Selama Ini Kita Terlalu Sering Memakai Kacamata Hitam



Ungkapan atau lebih tepatnya kesimpulan di atas berawal dari sebuah berita sedih tentang tetangga saya, seorang Bapak yang sangat baik dan ramah pada tetangga-tetangganya.
Kurang lebih seminggu yang lalu kami menerima kabar bahwa Bapak (sebut saja Pak Sabar) sakit, beberapa hari kemudian Pak Sabar dibawa ke RS dan semakin jelas bahwa sakit yang diderita adalah sakit diabetes. Ayah saya pun segera datang untuk menjenguk dan ketika ia pulang belum ada kabar mengejutkan yang saya dengar tentang Pak Sabar. Kami pun berharap ia segera lekas sembuh dan dapat pulang ke rumah.
Baru kemarin saya mengetahui dari tetangga bahwa ternyata ada luka infeksi di kaki kanan Pak Sabar dan telah menjalar hingga ke betisnya, sehingga kakinya harus diamputasi.... sehari sebelumnya.
Ketika mendengar berita ini saya langsung merasakan dalam-dalam keberadaan kaki saya. Ya Allah, selama ini saya jarang sekali menyadari keberadaan dan arti pentingnya kaki ini. Saya seringkali mengeluh ataupun di waktu lain marah-marah dalam keadaan masih memiliki dua kaki yang sehat dan kuat. Apa jadinya jika Allah menimpakan cobaan itu pada saya, mungkin saya akan semakin banyak mengeluh, minder, mengurung diri di rumah, dan tak kuasa bertemu orang-orang, atau mungkin saya tak akan sepercaya diri sekarang.
Semalam saya dan keluarga menjenguk Pak Sabar di rumah sakit..., dan tahukah kalian apa yang saya lihat...? Seorang Bapak yang berbaring dengan sepenuh tawakal dan wajah yang memancarkan penerimaan dan kesabaran. Ya, memang wajah itu terlihat sedih, namun wajah itu begitu kuat dan sabar, mungkin wajah yang tak mampu saya tampakkan jika saya di posisinya.
Saya pun mengenal seseorang yang cacat kakinya, namun Subhanallah, saya seringkali melihatnya shalat berjamaah di mushola tepat pada waktunya dan ikut antri berwudhu bersama yang lainnya. Ketika kita yang memiliki kaki normal seringkali masih menunda shalat atau bahkan mungkin meninggalkannya.
Bagi yang membaca postingan ini sampai akhir, saya memohon do'a-nya bagi kedua orang luar biasa di atas dan kita semua agar senantiasa diberikan kekuatan dan kesabaran.
Memang ketika kita sejenak diam dan mengingat Allah dan begitu banyak kesalahan yang kita lakukan, terbitlah kelapangan, ketenangan, dan keyakinan dalam diri kita akan ampunan-Nya.
Sampai di sini mungkin pembaca bertanya, lalu dimana letak kacamata hitam dalam postingan saya ini...? Baiklah, yang saya maksud adalah memang selama ini kita terlalu sering memakai 'kacamata hitam' dalam kehidupan kita, sehingga kita jarang mengenali orang-orang luar biasa seperti di atas dan 'kacamata hitam' tersebut membuat kita tak dapat melihat begitu banyak nikmat-Nya di setiap ruas tubuh kita, di setiap jengkal dunia ini..., ke arah mana pun..., timur ke barat, selatan ke tenggara...,dst.
Kacamata hitam dalam arti sebenarnya memang keren, tapi tidak keren jika terus-menerus memakai 'kacamata hitam' kehidupan. Membuat pandangan kita samar akan nikmat-nikmat Allah.
Ada sebuah puisi yang akan menutup postingan ini..,

...dan membentanglah ampunan-Nya...
di rekahan fajar shubuh...
di ketinggian matahari zhuhur...
di redupnya senja...
di sunyinya 1/3 malam terakhir...
dan di setiap momentum yang tak tertuliskan di sini...

semoga bermanfaat, wallahua'lam...

1 komentar:

  1. great story! inspiring... memang, bersabar itu perlu keikhlasan.. dan mempraktekkan keduanya tak semudah tangan ini mengetikkannya di sini..

    smoga kita tergolong orangorang yang diberi kesabaran...

    BalasHapus