Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Jumat, 04 September 2009

Ia Menamakan Dirinya Pengelana....



Ia menamakan dirinya pengelana...
Ia pergi menjelajahi pahit-manisnya dunia...
Sebagai bunga rumput yg terbang mengikuti angin....
ataupun pasir yang menuruti ganasnya gurun....
Ia tak pernah takut....
Ia berjalan...
ia berlari...
ia mendaki...
atau mengarungi laut...
Sebab,ia adalah pengelana....
Begitulah ia menamakan dirinya....
Perjalanan adalah rumahnya...
dan hatinya adalah jendela rumah itu.....
Rumah berjalan itu suatu saat akan menemukan persinggahannya....

Apakah dirimu seorang pengelana...?
Jika ya, suatu hari engkau ingin singgah dimana?
Atau kau tak hanya ingin singgah?
Kau ingin tinggal di sana selamanya...
dan memilih berhenti menamakan dirimu pengelana....
Sebab tempat itu terlalu indah...
terlalu spektakuler....
untuk ukuran sebuah persinggahan...

Pilih yang mana...?
Silakan pergi...dan bermimpilah kawan...
Jadikan mimpimu itu kenyataan.....

Minggu, 30 Agustus 2009

Ingin Sedikit Plegmatis. . .


Jujur, kadang lelah juga jadi sosok melankolis-sanguin....Secara, Littauer aja bilang dalam bukunya "Personality Plus" bahwa kelemahan kedua karakter di atas adalah mudah diombang-ambingkan oleh keadaan. Koleris mengatur keadaan dengan bertindak..., dan plegmatis tidak terpengaruh oleh keadaan dengan bersifat diam, tenang, pasif, dan damai...
Heuuh, beberapa saat yang lalu saya mengatakan bahwa saya sangat membutuhkan kedamaian. Lalu saat melihat catatan seorang Abang, saya sangat 'tersindir'(dalam arti positif) oleh ungkapan "Berdamai dengan takdir." Mulai berpikir bahwa di samping kelemahan sosok plegmatis yang seringkali memilih untuk tidak berbuat apa-apa, kelebihan supernya adalah sosok ini memiliki kemampuan untuk berdamai dengan takdir dengan mudah...., Subhanallah, Anda ingin kedamaian? berdekat-dekatlah dengan orang plegmatis....
Jujur, saat ini ingin sekali sedikit menonjolkan sosok plegmatis saya-yang kadarnya sangat sedikit-sekedar untuk meredakan psikologis jiwa yang mudah bergejolak oleh keadaan. Dengan sedikit plegmatis, saya pikir kita akan punya lebih banyak waktu untuk mengevaluasi kekurangan-kekurangan diri kita daripada sibuk diatur oleh keadaan.
Sekarang, saya juga lagi seneng-senengnya dengan pinguin..., menurut saya pinguin sedikit mewakili sosok plegmatis..., hehe. Lihat saja pinguin, jarang bercuap-cuap, lumayan banyak diemnya dibanding lumba-lumba, tapi dengan bersikap seperti itu saja ia sudah dapat membuat orang-orang gemas melihat kelucuan dan tingkah polah hewan satu ini.
Ingin banget deh, jadi sosok yang tak banyak bicara, namun banyak berbuat....Semoga niat ini dapat terwujudkan dalam perbuatan....Ingin sedikit plegmatis...., ingin sedikit damai....hufff.....
Ohya, makasih ya, udah mau membaca postingan ini...^-^

Al-Badar Berbisik. . . .


Kawan,
malam ini melihat-lihat lagi foto lama kita..., foto2 kenangan..., semasa kaki-kaki kita masih sering menginjak fondasi Al-Badar...mendegup-degukan kehidupan di tiap bagian-nya, dengan shalat jama'ah kita, dengan lantunan tilawah kita, dengan riuh rendah syuro' kita, dengan selisih-selisih kecil yang menghiasi perjalanan kita di al-badar....
Ia, hanya sebuah bangunan, namun ia pernah menjadi saksi kebersamaan kita, ketika tertatih-tatih kita belajar menjadi dewasa, ketika sebuah impian menghiasi masa remaja kita, impian berjuang di jalan-Nya, dengan cara yang benar..., memperbaiki diri, lalu orang lain, mengadakan kegiatan-kegiatan keislaman kecil-kecilan di sekolah, dan tentu saja..., belajar, agar suatu hari kita bisa membanggakan agama ini dengan prestasi kita....
Kawan,
foto yang kulihat mungkin tak dapat ditampilkan di sini. Namun kuyakin, engkau masih bisa melihat jelas tiap potongan slide-nya dalam memori-mu sendiri.... Apa yang engkau rasakan kawan, rasa lucu, sedih, marah,senang, rindu.....?
Kawan,
mungkin kini kita telah berada jauh dari al-badar.... Langkah kaki-kaki kita tak lagi mendegup-degupkan lantainya yang dingin dan putih.... Nafas-nafas kita tak lagi berseliweran melewati jendela-jendela atau pintu-pintu kayu-nya yang coklat tua lagi kokoh...,tangan-tangan kita tak lagi membersihkannya setiap bulan di Minggu pagi, kaki-kaki itu telah digantikan oleh yang lain..., nafas-nafas itu juga telah digantikan oleh nafas-nafas lain...., tangan-tangan itu pun telah tergantikan....
Namun, tidakkah Engkau rasakan al-badar rindu...? Mungkin ia rindu tawa kita yang pernah ia dengar, mungkin ia rindu selisih-selisih kecil kita yang konyol dan sebenarnya tidak terlalu penting, mungkin ia rindu majelis-majelis ilmu kita....syuro-syuro kita. Dapatkah Engkau mendengar ia berbisik....
Kawan,
bukankah di akhirat pun benda mati akan jadi saksi...? semoga al-badar dapat menjadi saksi kebaikan yang kita lakukan...amin.
Kawan, sejauh apapun kita melangkah..., mari kita dengarkan..., bisikan al-badar... agar kita selalu tetap berada di jalan-Nya.Ya Allah, istiqomahkanlah kami...., amin.....
Dengan penuh rindu, Al-badar berbisik....
Wallahua'lam
Dedicated to FDRM'06:sebuah kado rindu buat kLian smua. . . , Allahuakbar!!!

Minggu, 23 Agustus 2009

Hikmah dari Seorang Bapak (Sebuah Catatan Dt Ari Wibowo)


Selasa, 4 Agustus 2009

Seperti yang pernah dikatakan salah satu dosenku… dibawah yang buruk masih ada yang jauh lebih buruk… dan diatas yang baik masih pula ada yang jauh lebih baik… ini juga berlaku ketika kita bersyukur dengan kondisi yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita... Kira2 itulah yang ku rasakan tadi sore sepulang kerja…
Seperti biasa aku melaksanakan sholat Ashar sekitar pukul setengah 5 sore… memang sedikit dilema untuk sholat yang satu ini karena untuk berjamaah pada awal waktu agak sulit aku lakukan, yah tak lain karena jam kerja yang mepet; antara adzan dengan jam pulang selisih sekitar 1 jam…
Agar tidak terlalu sore maka aku biasanya singgah ke masjid raya Mujahiddin.. karena letaknya yang tidak terlalu jauh dari kantorku… parkir sepeda motor dekat dengan sekretariat Baitul Maal maka aku bisa langsung mengambil wudhu dan masuk ke masjid.. terlihat beberapa orang baru selesai sholat di dalam masjid… tidak banyak mungkin hanya 3-4 orang saja…
Sementara dibelakangku ada seorang bapak2 yang sedang mengambil wudhu… aku tau bapak ini… karena beberapa kali aku bertemu dia di waktu ashar… bahkan terhitung 2 kali aku memintanya menjadi imam untuk melaksanakan sholat bejamaah… maka aku menunggu beliau untuk melakukan hal yang sama sore ini…
Sederhana sekali penampilan beliau –bahkan terkesan lusuh-… baju kaos yang telah terkena noda di banyak sisi dan celana training olah raga yang tak kalah lusuh… serta sebuah tas selempang…
Ketika beliau masuk ke masjid… dengan ramah ku minta dia untuk menjadi imam..
“sholat berjamaah pak?” tanyaku..
“iyah boleh” jawabya seraya tersenyum…
Sulit ku jelaskan… namun senyuman dari bapak -yang mungkin sudah memasuki usia 50an- ini begitu menenangkan… senyuman yang dibalut keikhlasan… akh senang aku melihat senyumnya…
“sebentar dik” katanya seraya mebuka tas selempang yang dibawanya dari tadi…
Sempat aku melirik ke dalamnya… yah sebuah baju kemeja putih lengan pendek… dan sarung… serta air mineral yang telah habis sebagian…
Begitulah… rupanya bapak ini hendak mengganti pakaian (lebih tepatnya melapis pakaian) sebelum sholat… dan dengan cara tertentu mengganti celana training dengan sarungnya…
… persiapan siap… sholatpun dilaksanakan…
Seusai sholat biasanya aku langsung pulang… tapi sore ini ada perasaan ingin menyapa bapak sederhana tadi… yah… beberapa kali melaksanakan solat bersama tak pernah aku berbicara dengan beliau… yah sekedar memperkanalkan diri atau apalah… maka kutunggu beliau di dekat tempat parkir… agak lama dia keluar dari masjid… karena harus mengganti pakaian dan merapikannya dahulu…
“Baru pulang kerja pak??” tanyaku… pada saat itu aku baru sadar bahwa beliau ke masjid menggunakan sepeda… yah sepeda yang sudah agak tua nampaknya…
“iyah..” jawabnya ramah sembari tersenyum…
“hmmm kerjanya di mana pak??” lanjutku..
“saya kerja di podomoro dik…”
“owh… trus pulangnya ke mana pak??”
“masih jauh… saya rumahnya di sungai durian…”
Kaget aku dibuatnya… membayangkan betapa jauh rumah bapak ini… mungkin sekitar 10Km atau lebih dari itu… dan harus beliau lewati menggunakan sepeda tuanya…
Ada sesak di dada… ada air mata yang tertahan melihat perjuangan bapak ini… setiap hari… sepanjang tahun… namun ia selalu sempatkan dirinya untuk singgah ke masjid agung ini untuk mengingat Tuhannya… dan senyum yang indah tadi rasanya menjelaskan padaku bagaimana ia telah berdamai dengan takdir… dan beristiqamah dan tegar di jalan Allah… bagaimanapun sulit kondisinya…
“Assalamulaiakum”… sapanya lirih sambil berlalu mengayuh sepedanya meninggalkan masjid megah dengan menara menjulang ini…
“waalaikum salam…” jawabku yang masih tertegun memandanginya… mengayuh sepeda… hingga hilang dari pandangan mata…
Aku merasa begitu kecil… teringat nikmat dan kemudahan yang diberikan Allah kepadaku… motor, komputer, ilmu, pekerjaan, waktu, kesehatan, semuanya… dan ketika aku harus membandingkannya dengan bapak tadi… bahkan banyak orang2 diluar sana yang jauh lebih menyedihkan kondisinya… membandingkan hal itu membuat hati tergenang… tak terasa mata basah… namun tak juga air mata mengalir, dada sesak… menahan jeritan hati yang memantul2 di telinga….
“Ya Allah Jangan Jadikan Aku Seorang Kufur Atas Nikmatmu….”
Jeritan hati yang membawku pada sebuah cerita yang pernah ku dengar dalam sebuah dakwah, yang kira2 isinya seperti ini…
…suatu ketika Rasul SAW bertemu dengan seorang yang bekerja kasar… -pemecah batu seingatku-… melihat kondisi tangan pekerja itu Rosulpun bertanya
“ada apa dengan tanganmu” tanya Rasul
“yah tanganku menjadi hancur seperti ini karena kau harus bekerja untuk menghidupi keluargaku ya Rosul…” jawab pekerja itu…
Maka Rasul SAW pun memegang tangan itu dan mengecupnya seraya berkata…
“inilah tangan yang tidak akan terbakar api neraka…”

Membayangkan bapak tadi… membuatku terfikir… orang2 seperti merekalah yang mungkin nantinya akan berjalan di padang mahsyar dengan tenang.. diliputi cahaya berkah… dan begitu tinggi derajatnya sabagai balasan atas keikhlasan hidup yang mereka jalani….yah begitu tinggi derajatnya…walahualam…
Semoga keberkahan selalu terlimpahkan bagi orang2 yang berjuang di jalanmu ya Allah…

(Jazakallah kepada Bang Dt atas izin meng-upload catatan facebook-nya di sini, semoga kita bisa menggali hikmah dari kisah ini....)

Selasa, 11 Agustus 2009

..dan yang Menghubungkannya Ialah Asa...



Cita-cita itu pasti bernama...

Walau kini ia ada di seberang diri dan hati kita...

dan yang menghubungkannya adalah asa...


Cita-cita itu seringkali membayangi...

Semakin pekat gambarannya...

semakin asa ini menggelegak...

untuk sampai...


Selalu ada keyakinan di setiap harapan...

dan Allah akan melapangkannya...

Juga pada untaian istighfar...

dan Allah pun akan menunjukkan jalan dari arah yang tak disangka-sangka...

begitulah janji-Nya...

Memayungi keyakinan ini...


dariku yang penuh harap untuk sebuah kerinduan...

kepada Tuhan Yang Maha Mengabulkan...

Minggu, 09 Agustus 2009

Serpihan Kecil Kisah Laskar Pelangi


Saya kira saya tak akan bertemu lagi dengan kisah-kisah mengenai potret miris pendidikan Indonesia semacam kisah Laskar pelangi selain yang saya temukan di sekolah tempat Ibu saya mengajar.
Ibu saya mengajar pada sebuah sekolah menengah atas dimana kebanyakan siswa-siswanya adalah anak yang tidak mampu. Diantara mereka banyak yang sekolah sambil berkerja.ada yang berkerja membantu pekerjaan rumah tangga sebagai anak asuh, sebagai tukang potong ayam di sebuah pasar di kota ini, berkerja sebagai montir bengkel, dan lain sebagainya. Yah, hampir serupa Kucai-lah, yang berkerja membantu ayahnya di penambangan timah di Belitong.
Kali ini kisah yang saya jumpai hampir serupa Lintang, hanya sedikit berbeda kasusnya, namun sama-sama dapat menyentuh hati nurani kita.
Kisah ini saya temui ketika saya datang bersama teman-teman ke sebuah daerah pesisir pantai di Kota Singkawang. Saya berkenalan dengan seorang anak, sebut saja namanya Hanna. Karena kunjungan itu adalah kunjungan saya yang kesekian ke kampung itu, Hanna tak asing lagi dengan saya. Saat itu Hanna bercerita pada saya kalau ia telah lulus SD tahun ini. Saya sangat gembira mendengarnya sekaligus miris, sebab rupanya ia tak dapat melanjutkan sekolah alias putus sekolah karena alasan klise, biaya.

Kebetulan seorang Abang yang merupakan pemimpin perjalanan kami menyuruh saya untuk menanyakan pada Hanna berapa nilai rata-rata kelulusannya, jika di atas enam maka Abang tersebut ingin menolong dengan menjadikannya anak asuh. Jadi si Abang berniat akan menyekolahkannya di sebuah SMP Islam di Pontianak. Si Abang kebetulan telah mapan dan sudah berkeluarga serta sudah terbiasa mengadakan pertolongan semacam ini pada anak-anak tidak mampu lainnya yang berasal dari daerah. Saya mengatakan mungkin saja, sebab Hanna juga bercerita bahwa dia dipanggil oleh bibinya yang tinggal di Pontianak untuk membantu mengurus anaknya yang baru lahir.
Bersama seorang adik kami menemui Hanna untuk menanyakan soal nilai rata-ratanya, kemudian betapa gembiranya kami ketika Hanna mengatakan bahwa nilai rata-ratanya adalah 6 koma sekian. Kami pun lalu menjalankan tugas kedua kami , yaitu berbicara dengan ibu Hanna.
Akhirnya kami pun sampai di warung kecil ibu Hanna yang terletak tepat di depan rumahnya yang sederhana, lalu saya menyampaikan maksud kami sebenarnya...., dan si Ibu hanya tersenyum getir sebelum mengatakan kenyataan yang sebenarnya, kenyataan yang menggugah nurani dan mengetuk pintu jiwa kami yang terdalam....
"Hanna belum lulus SD kok, dik...."
"....?"
"Dia sekarang masih kelas tiga SD...."
Saya dan si adik berpandang-pandangan dan kebingungan..., jadi Hanna telah berbohong?
"Begini, Hanna memang kemampuannya tidak sama dengan anak yang lain..., yah bisa dibilang kurang, makanya ia terus menerus tinggal kelas bertahun-tahun. Dia memutuskan tidak sekolah lagi bukan karena kami tidak mampu, tapi mungkin karena dia merasa malu. Tahun ini dia sudah berumur 13 tahun, harusnya sudah masuk SMP, dan tahun ini pula dia akhirnya sekelas dengan adik lelakinya...."
Saya dan si adik hanya bisa terdiam, miris dengan semua kenyataan ini, sungguh sangat kasihan dengan adik kami Hanna.
Mulanya saya sangat terkejut karena Hanna telah berani berbohong, namun saya berusaha menempatkan diri di posisi Hanna, ya Allah, mungkin pun saya akan merasa malu seperti yang Hanna rasakan serta merasa berat untuk melanjutkan sekolah..., sungguh sulit berada di posisi Hanna.Apa yang anda rasakan, jika Anda masih duduk di kelas 3 SD di usia 13 tahun?
Sungguh jarang sekali kita menyadari, di kala kita dapat dengan lancar melalui satu demi satu jenjang pendidikan..., masih banyak orang lain yang susah payah dan kesulitan. Mungkin jarang sekali kita mensyukurinya atau berusaha lebih peduli pada masalah semcam ini.
Saya dan si adik sibuk dalam kediaman kami masing-masing, membayangkan masa depan Hanna nantinya sungguh menyesakkan dada kami. Di daerah yang jauh dari hingar-bingar perkotaan seperti ini kami harus bertemu dengan serpihan kecil potret miris pendidikan Indonesia, dimana tidak semua anak memiliki kemampuan yang sama. Ya Allah, berikan yang terbaik bagi Hanna dan jagalah Hanna selalu, karena Hanna pun mempunyai Ibu yang hebat yang mengatakan sesuatu pada kami sebelum kami pergi, "Biarlah saya sendiri yang akan menjaga dan mendidik Hanna perlahan-lahan,sesuai kemapuannya...," begitu kata ibunya.

Selalu ada harapan, saya yakin Hanna akan mendapatkan yang terbaik nantinya walau keadaannya sesulit ini.

Jatuh dan Gagal


Pesimis banget ya judul postingan saya kali ini...? Iya nih, baru habis jatuh dan jatuhnya sangat tiba-tiba, diawali oleh sebuah telepon yang membuat saya cepat-cepat mengakhiri pembicaraan akhirnya karena tidak tahu harus berkata apalagi. Telepon maut tersebut benar-benar membuat saya langsung terduduk lemas dan yang paling buruk membuat saya merasa tidak berarti (saat itu).
Saya langsung menelepon seorang sahabat sesegera mungkin, mengatakan saya sedih sekali saat itu, menyampaikan bahwa saya benar-benar merasa terkejut..., dan merasa gagal. Saya merasa ditinggalkan.
Sang sahabat lalu berkata, "Ayo, gagal itu biasa, kamu bisa mencoba dengan lebih baik lagi setelah ini. Ini pembelajaran buat kamu...."
'Jatuh' dan 'Gagal', terkadang kata itu menjadi begitu mengerikan, terlebih untuk seorang yang perfeksionis. Misalnya kita gagal dan mengecewakan orang lain lalu orang itu meninggalkan kita tanpa perpanjangan waktu atau pun memberi kita kesempatan. Seketika kita merasa diri kita sangat buruk dalam segala hal. Kita melupakan bahwa kita bisa saja salah dalam suatu hal, namun masih banyak kebaikan lain yang kita miliki, sehingga kita tidak perlu merasa depresi.
Besoknya saya merasa agak baikan, karena pada hari itu saya diberi kesempatan untuk bersama-sama dengan seorang sahabat dan seorang adik. Mereka seolah-olah secara tidak langsung mengatakan kepada saya bahwa walaupun saya gagal dalam satu hal, saya masih berhasil dalam hal lain. Hal tersebut membesarkan hati saya dan menyadarkan saya agar saya tidak pernah pantang menyerah dalam memperbaiki kekurangan-kekurangan saya.
Esoknya, seorang adik lain mengirimkan pesan kepada saya, "Kapan bisa ketemu, Kak, saya mau curhat...."Subhanallah, saya tidak boleh berlama-lama sedih, karena masih banyak yang membutuhkan saya dan masih banyak yang harus saya berikan sebelum waktu saya habis....